Rabu, 23 Januari 2013

Epistaksis

Mimisan. Sudah lama sekali tidak mengalaminya. Dulu sering, saat saya masih kecil. Kalau sakit, biasanya sama mimisan juga. Malah sempet seneng juga, karena kalau mimisan, dulu dikasih obat mimisan sama dokter (saya rasa sih penambah darah kali ya), obatnya bentuk pil, bulat kecil , warna merah agak pink, rasanya enak, mirip permen strawberry. ^^
Tapi ternyata, mimisan di umur saya yang 23 sekarang, cukup membuat panik. Bertahun-tahun gak mimisan, tiba-tiba liat darah keluar dari hidung ternyata cukup bikin deg-degan. Kejadiannya, saat saya bersiap mau wudhu untuk shalat dhuha. Sampai di toilet, seperti biasa, cuci tangan dulu di wastafel. Tiba-tiba terasa ada cairan keluar dari hidung. Waktu liat ke cermin, ternyata darah segar mengalir lancar dari hidung saya. Sekejap kaget, lalu saya ambil tisu dan spontan menengadahkan kepala. Berniat kembali ke ruangan, hampir dengan satu kaki berkaos kaki dan satu tidak, karena tadi niatnya mau wudhu.
Mungkin karena pengaruh shock, kepala berasa pusing saat kembali ke cubical. Sambil kepala tetep menengadah, saya mikir, apa ya penyebabnya. Setelah merasa agak mendingan, saya browsing lewat internet, ternyata macem-macem penyebabnya. Waktu buka artikel pertama, bahasannya tentang mimisan pada anak-anak (kayaknya sebagian besar memang terjadi pada anak-anak). Buka artikel lain, dan lainnya lagi, ternyata mimisan bisa juga disebabkan karena perubahan cuaca, sinusitis, anemia, atau penyakit-penyakit lain. Tapi saya gak tahu apa penyebab mimisan saya tadi, cuma menebak-nebak aja :p. Dan ternyata, kalau mimisan, justru jangan menengadahkan kepala, tapi tundukkan kepala sedikit, atau miringkan ke depan, sambil hidung ditekan pelan/dipijat selama beberapa saat dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk.
Fyuhhhh.... pengalaman pertama mimisan yang lancarnya seperti tadi. Benar-benar seperti air mengalir. Semoga kita semua selalu sehat. Aamiin... ^^

Senin, 21 Januari 2013

Kau pilih mana

Sunyi penuh senyap
Sepi dalam gelap
Bukalah mata
Langkahkan kaki
Lihat dan pergilah keluar
Hingar dan bingar kan kau dengar
Silau nan kemilau kan kau pandang
Lalu kau pilih mana?
Sunyi dalam sepi?
Silau penuh hingar bingar?
Atau keduanya?
Tenang, itu yang kau butuhkan
Tenang, yang bukan berarti tanpa kawan
Tenang, yang menentramkan
Saat jiwa menjumpai kebahagiaannya

Jumat, 11 Januari 2013

Orang punya cerita

Kemarin, ada acara perpisahan pegawai di kantor saya. Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Klise, tapi memang seperti itulah adanya. Setiap acara perpisahan, hampir selalu ada video2 yang berisi kenangan atau harapan dan pesan kesan. Me-recall kembali cerita2 yg sudah dilewati bersama kemudian menertawakan setiap episode cerita yang muncul kembali seolah ada di hadapan mata.
Di kantor saya ada beberapa bagian. Pegawai yang pindah berasal dari berbagai bagian. Maka ada video dari masing2 bagian untuk masing2 pegawai yang pindah dari bagian itu. Saat video diputar, ada potongan video yang membuat satu bagian itu terpingkal2 tertawa, tapi yang lain hanya tersenyum. Tentu, orang satu bagian itu yang lebih tahu kenapa mereka tertawa.
Dari situ saya berpikir, setiap orang, setiap tempat memang punya ceritanya sendiri. Mungkin bagi sekumpulan orang suatu hal bisa dianggap lucu, tapi tidak bagi sekumpulan yang lain. Cara bercanda juga berbeda-beda. Semacam peribahasa, lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. (bener gak ya? ^^)
Dari situ pikiran saya tenggelam lebih dalam lagi. Itulah kenapa kita juga tidak bisa memaksa seseorang untuk berbuat ini itu sesuai kehendak kita. Bisa jadi karena "background" cerita hidup mereka berbeda. Saat memasuki tempat atau lingkungan yang baru kita juga harus sabar belajar menyelami teman2 baru karena mereka sudah punya kebiasaan sendiri dan ikatan terlebih dahulu.
Setiap orang punya cerita berbeda. Jika itu dibuat buku, maka mereka punya buku mereka sendiri2. Terkadang mungkin muncul perasaan "Ah, kenapa aku gak ngerti sih apa yang mereka omongin? Mereka asik sendiri ngobrolny". Itulah indahnya, karena tiap orang punya ceritanya sendiri. Kalau tiap orang punya cerita yang sama pasti akan membosankan. Tak ada hal menarik yang harus kita kenali dan selami lebih jauh dari seseorang yang kita kenal.
Ah, random sekali tulisan pagi ini. Gak jelas pikirannya, kesana kemari ^^

Minggu, 06 Januari 2013

Bahagia Itu Sederhana

Bahagia itu Sederhana.
Kalimat yang sering jadi hashtag di twitter. Banyak orang yang menulis twit tentang ini. Pun saya, pernah menuliskannya.
Kalau direnungkan, ya, memang bahagia itu sangatlah sederhana. Tanpa perlu bersusah payah, mengejar kesana kemari, mengeluarkan uang banyak, karena bahagia memang sederhana.
Dia tak punya standar baku, harus begini untuk bahagia. Jika begitu maka tidak bahagia. Sifatnya relatif, nisbi. Setiap orang punya bahagianya sendiri.
Bagi yang sudah berkeluarga, bahagia bisa berarti berkumpul bersama keluarga, melihat senyum di wajah istri/suami dan anak-anaknya. Bahagia bagi seorang teman, bisa jadi hanya dengan menjadi teman yang selalu ada bagi temannya. Bahagia bagi seorang fakir mungkin cukup dengan tidak ada tatapan merendahkan dari yang berkecukupan. Masih bisa mendengar suara dunia meski dia buta, mungkin itu cara seorang tunanetra bahagia. Dan masih banyak contoh lainnya.
Setiap orang mempunyai bahagianya sendiri. Sama-sama seorang ibu bisa berbahagia dengan cara berbeda. Mahasiswa yang satu dengan yang lain juga bisa berbeda dalam berbahagia. Juga bahagia dalam senyum anak-anak, bisa memiliki seribu arti dan alasan kenapa mereka berbahagia.

Bahagia menurut saya adalah kosakata rohani. Pada akhirnya, seseorang bahagia karena ia bersyukur. Bersyukur atas segala keadaan pada dirinya, pada apa yang ia miliki bahkan tidak ia miliki. Karena tanpa rasa syukur,semuanya akan terasa kurang, tak pernah cukup.
Jadi, sudahkah kita berbahagia? Sudahkah kita bersyukur?

Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu ragukan?
Mari berbahagia ^^

Kamis, 03 Januari 2013

Tujuh belas ribu saja

Hari ini sepulang kerja saya sempat mampir ke sebuah swalayan di dekat kos saya. Sebenarnya badan masih lemas karena baru sakit. Tapi saya berfikir, saya perlu membeli beberapa buah untuk 'multivitamin' tubuh, biar makin cepat fit. Selesai belanja, saya pun berjalan kaki ke tempat kos saya. Tiba-tiba ada seseorang menepuk pundak saya dari belakang. Saya pikir teman saya. Ternyata bukan. Saat saya balikkan badan, saya melihat sesosok bapak berumur sekitar 30an hampir 40. Beliau berkata sesuatu yang awalnya susah saya tangkap karena pelafalannya yang kurang jelas, ditambah saya sedang tidak begitu fokus. Beliau pun mengulang ucapannya: "Mba, saya mau pulang ke Bekasi, dompet saya jatuh, boleh saya pinjam uang 17ribu, nanti saya ganti. Nomor handphone mba berapa?"
Beliau berkata sambil berkali-kali melihat ke handphone yang dipegangnya dan mata saya secara bergantian.
Sesaat saya ragu 'Orang ini beneran atau mau niat jahat ya?'. Ya, hidup di Jakarta sedikit banyak memang membuat saya lebih skeptis terhadap orang yang baru atau belum saya kenal.
"Berapa pak?", tanya saya sambil merogoh dompet dari dalam tas sembari masih berpikir.
'Dari wajahnya yang malu untuk meminta uang, apalagi pada seorang perempuan yang sama sekali tidak dikenalnya, dan juga wajahnya yang cukup menandakan kebingungan, serta keringat yang mengucur di wajahnya, aku rasa dia tidak sedang berbohong'. Begitulah isi pikiran saya saat itu. Akhirnya saya mengeluarkan dua lembar uang 10ribuan, sambil bertanya sanksi 'Benar cukup pak?'.
"Iya mba, nanti saya ganti. Boleh minta nomor handphonenya?"
"Tidak usah pak (itu saja)".
Setelah mengucapkan terimakasih beliau pun pergi.
Saya melanjutkan jalan kaki, sambil sedikit menyesal 'kenapa aku hanya memberinya 20ribu? Apakah itu memang cukup? Bagaimana kalau ada sesuatu terjadi?' Akhirnya saya hanya bisa mencoba mencukupkannya dengan berdoa untuk beliau, semoga selamat sampai tujuan. Mendapat ganti yg lebih baik dari kehilangannya. Dan bagi orang yang menemukan dompetnya, tergerak hatinya untuk memgembalikannya.
Sebenarnya sempat saya masih meragukan beliau. Tapi saya memilih untuk meyakinkan diri saya 'anggaplah itu sedekah, entah beliau berbohong atau tidak'. Pun terlintas dalam diri saya, bagaimana kalau saya yang ada dalam posisi beliau, mungkin bisa saja saya melakukan hal yang sama.
"Tolonglah orang lain, maka Alloh akan menolongMu" Itulah yang saya yakini dan coba selalu saya tanamkan dalam otak saya disaat saya ragu atau malas membantu orang.
Semoga saya terhindar dari suudzon. Dan semoga perjalanan hari ini dapat menjadi pelajaran bagi saya khususnya, dan orang lain yang mungkin membaca tulisan ini. Aamiin..