Sabtu, 01 Februari 2014

Sedikit Cerita di Kereta

Hi my blog, lama sekali tidak nulis disini. Kalaupun ada, belum selesai, apalagi di-posting.
So, here I am, in(?) a train, dalam perjalanan pulang ke rumah menuju cuti panjang. Di sebelah saya duduk seorang ibu, mungkin usianya hampir 60. Tempat duduk ibu ini sebenarnya bukan di sebelah saya, tapi di bangku seberang saya. Tapi Alloh menakdirkan beliau untuk duduk di samping saya, karena beliau tukar kursi dengan sepasang suami istri(?).
Ibu ini, selanjutnya saya sebut beliau, rumahnya di Kutoarjo. Datang ke Jakarta untuk menemui anak2nya, di Depok dan Serpong. Kami mengobrol sedikit, dengan bahasa Jawa kromo (I like this part). Lalu tiba2 handphone beliau berbunyi, telepon dari anaknya. Sepertinya sang anak memastikan ibunya sudah duduk nyaman di kereta. Lalu beliau tiba2 menangis, air mata keluar dari matanya, dan telepon pun ditutup. Beliau pun bercerita kepada saya tentang anaknya tadi. Anaknya (atau menantunya, saya tidak tahu pasti)-laki2- akan dipindahtugaskan ke Sorong, dan istrinya akan mengantar suaminya itu, berangkat naik pesawat jam 1 dini hari nanti. Sang istri sengaja ambil cuti seminggu untuk mengantar suaminya.
Ah..ibu ini, padahal baru saja bertemu dengan saya, tapi beliau tidak peduli. Beliau terlalu sedih karena akan berjauhan dengan anaknya, sehingga tak malu orang lain melihatnya menangis.
Lalu beliau melanjutkan "Ya, sebagai orang tua cuma bisa berdoa mba"
Saya mencoba menimpali "masih di Indonesia bu..masih dekat.. ibu kapan2 bisa sambil jalan2 kesana bu ^^"
Beliau pun meng-iya-kan kata2 saya. Tapi raut wajahnya tetap memunculkan gurat kesedihan. Beliau melanjutkan, 3 orang anaknya semuanya tinggal jauh dari dirinya. Lampung, Serpong, dan satu lagi akan dipindah ke Sorong. Mau bagaimana lagi, hanya bisa mendoakan anak2nya selamat, dan semoga segera kembali dekat dengan mereka.

Tiba2 terbayang di benak saya, wajah ibu saya. Saat adik saya akan berangkat melanjutkan studi ke Birmingham, September lalu. Pun terbayang wajah ayah saya. Ya, mereka juga sama seperti ibu di samping saya ini. Sedih sekali akan berpisah jauh dan lama dengan anak bungsu mereka. Bahkan, menurut cerita ibu, Bapak sempat ragu untuk mengizinkan. Bukan karena apa, tapi hanya takut berjauhan dengan adik saya. Tapi, mereka pun akhirnya mengikhlaskan, meridhoi langkah adik saya untuk menggapai citanya. Walaupun dengan berat hati dan sedih. Seringkali saat saya di rumah, bapak menyuruh saya untuk video call dengan adik saya. Tapi beliau hanya mendengar saja, terlalu "trenyuh" hatinya kalau harus berbicara dengan adik saya. Ya, beliau rindu.
Alhamdulillah, Alloh pertemukan saya dengan ibu di samping saya ini. Semoga Alloh berkahi umurnya.. dan anak2nya segera kembali dekat dengannya.. aamiin..

Bapak, ibu, terima kasih untuk semua cinta kalian. Walau terkadang caranya kurang pas, tapi aku tahu, kalian hanya ingin membahagiakan kami. Berusaha memberikan yang terbaik untuk kami.
Dan adikku, aku juga sangat rindu padamu.
*menahan tangis di kereta*

Sabtu, 1 Februari 2014. Sawunggalih malam. 1 week before my wedding.

Will I...?

1 Januari 2014. Ya, selamat datang tahun yang baru. Orang-orang banyak yang disibukkan dengan perayaan tahun baru. Bahkan kantor2 pun banyak yg diliburkan, warna merah jadi penanda di kalender. Jujur, pertanyaan saya dari dulu adalah "kenapa 1 januari jadi hari libur?" Untuk refleksi? Merenung? Menyusun masa depan? Rehat sejenak? Akhirnya saya menyerah, saya sih ikut senang saja kalau kantor libur :D.
Saya pribadi tidak mengistimewakan perayaan tahun baru. Tapi saya juga turut senang melihat pendar warna-warni di langit malam tahun baru. Walaupun, menurut saya, tetap saja lebih banyak mudharatnya dibanding manfaatnya merayakan malam pergantian tahun.
Tahun baru identik dengan resolusi. Banyak orang menyusun lagi rencana2 setahun kedepan, target2 yg belum tercapai,dsb. Bagi saya, sah sah saja. Bukan berarti karena saya tidak men-spesial-kan tahun baru, lalu saya mengejek, menyalahkan, atau mencemooh, orang2 yang membuat resolusi. Saya menganggap resolusi itu sebagai rencana. Bukankah kita harus merencanakan sesuatu dengan baik dulu sebelum menjalankannya? Bisa rencana harian, bulanan, dan juga tahunan (jadi ngomongin tahun baru terus.. :p)
Ya, saya pribadi punya banyak sekali keinginan ataupun target yg ingin dicapai. Tapi tiba2 tadi terlintas sesuatu dalam benak saya, saat seorang teman menulis "sampai ketemu besok" di whatsapp-nya ke saya. Deg! Tiba2 tersadarkan, belum tentu saya bisa bertemu dengan dia besok. Dan itu pun menjalar ke rencana2 yang lain.
.........
16 juni 2015. Mengintip blog sejenak. Melihat postingan ini di draft, yang belum diselesaikan dulu. Saya pun lupa mau menulis apa sebagai kelanjutannya... Tapi sepertinya intinya, akankah saya bisa menyelesaikan rencana-rencana saya. Apakah saya masih punya kesempatan hidup untuk menjalani rencana-rencana saya. Karena jatah umur manusia, hanya Alloh yang Tahu.. Semoga semakin hari kita semakin jadi lebih baik. Aamiin..